Jatim Aktual Jakarta,| “Saya tidak butuh ikut kegiatan kelompok yang mengaku sebagai wadah Kerajaan dan Kesultanan ,Raja atau Sultan Nusantara, dan mereka pun tidak butuh keikutsertaan saya”. Demikian dikatakan, Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo yang merupakan Pangeran Raja pemimpin Kepangeranan Patani Mempawah, Kepangeranan Agung Chandrarupawiyah Patani Shri Mempawah yang dan Pangeran Perbawa Budaya Kerajaan Mempawah.
Dikatakan Tengku Pangeran, bahwa walaupun beberapa ketua kolompok itu bersahabat baik dengan dirinya. Tapi ia cukup risih ketika sering ditanya oleh beberapa teman dan sahabatnya, apakah dia ikut sebuah acara dari kelompok raja sultan.
“Sejak 2014 saya memutuskan tidak akan ikut kelompok-kelompok seperti itu,” ujar Pengeran tampan Chandrarupanto Patani Shri Tiworo, Sabtu (20/10/2018).
Ada beberapa alasan Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo, yaitu melihat terlalu banyak kelompok yang mengaku kelompok-kelompok Raja-Sultan Nusantara. “Kalau tidak salah ada 12 dan saya tidak melihat efek kegiatan mereka yang berdampak pada kesejahteraan atau kemajuan moril maupun materil bangsa dan negara,” tutur Tengku Pangeran Abdullah Ali.
“Saya pelajari, seringnya acara-acar itu kebobolan akan kehadiran raja-raja palsu yang tidak jelas asal-usulnya, yaitu orang-orang mengaku raja hanya dengan dasar mereka membuat kelompok budaya atau seni yang nama kelompoknya dikaitkan dengan nama kerajaan yang pernah ada dan bubar ratusan tahun lalu, lantas ketua komunitas disebut raja,” paparnya.
Menurutnya, sangat mudah sekali dan perkiraannya hanya bermodalkan Rp. 3 sampai Rp. 5 juta. Sebagian besar mereka yang palsu hanya menjadikan kedok Raja untuk mencari uang saja dengan berbagai cara. “Jika semudah itu cara untuk menjadi raja, tentu akan ada puluhan ribuan, bahkan jutaan orang mengaku raja,” tegasnya.
“Selain alasan itu, saya tahu kelompok-kelompok itu tidak bisa menerima usulan saya untuk melakukan pembuktian terbuka akan keaslian dan kelayakan Raja yang dilibatkan acara-acara itu dengan 4 cara utama,” jelasnya.
“Adapun ke empat itu, yakni bedah status atau keberadaan kerajaan pra/pasca Republik, bedah silsilah, bedah atau test DNA dan bedah hukum adat,” tuturnya.
“Kemudian jika 4 cara itu, tidak bisa dipenuhi, maka dengan cara mendapatkan petisi dukungan 50,1 persen masyarakat di tempat yang diklaim sebgai tempat kerajaannya berada,” paparnya.
”Saya tahu raja abal-abal yang sering menyusup di acara kelompok-kelompok tersebut, sama sifatnya dengan raja baru yang minta dilahirkan di era Repulik dan mereka hanya mengincar uang rakyat dengan mengajukan proposal pendanaan kegiatan yang diklaimnya sbagai kegiatan budaya,” ucapnya.
“Saya tahu sejak kerajaan-kerajaan se-Hindia Belanda dan rakyat Bangsa Indonesia bersepakat membentuk Republik, artinya tidak mungkin ada kerajaan baru di Era Republik,” ujarnya.
Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo tidak melihat adanya pelestarian budaya arif kerajaan sebagaimana klaim kelompok-kelompok tersebut. Menurutnya, yang mereka dilestarikan hanya unsur-unsur budaya, misalnya tarian, pakaian, makanan, musik dan lainnya, yang kebanyakan hanya unsur seni dari sebuah budaya.
“Saya punya hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan lain, dan kalau untuk silaturrahim antar kerjaan kami bisa melakukan tanpa difasilitasi oleh kelompok-kelompok yang mengaku kelompok Raja-Sultan,” katanya
“Saya bukan orang yang tidak bekerja untuk mendapatkan rezki halal, dan saya bukan orang yang membutuhkan sumbangan uang dari Raja Abal-Abal,” tegasnya.
“Dari alasan mengapa saya tidak butuh ikut kelompok-kelompok Raja-Sultan, tentu bisa dianalisa alasan mengapa mereka tidak membutuhkan saya,” pungkas Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo.
Walaupun demikian, dia masih menjaga silaturahmi dan saling mengisi, saling memberi dengan para ketua kelompok itu.
“Saya memiliki dua kaki, satu kaki saya di lingkungan kerajaan yang akan menjaga atau membela kebenaran dan nilai arif kerajaan se-Nusantara, tapi satu kaki saya di luar lingkungan kerajaan yang akan melawan jika ada penyalahgunaan nama kerajaan yang mengelabuhi Bangsa Indonesia,” tegas Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo mengakhiri. (rls/rjp/red)